Menganalisis Cerpen (Abstraksi, Orientasi, Krisis, Reaksi dan Koda)


A.    Pengertian Abstraksi, Orientasi, Krisis, Reaksi dan Koda

1.      Abstraksi adalah bagian awal paragraf yg brfungsi mmbri gambaran tentang isi teks.
2.      Orientasi adalah bagian yg menunjukkan awal kejadian cerita
3.      Krisis adalah  bagian dimana terjadi hal hal yang menunjukkan puncak konflik
4.      Reaksi adalah  bagian bagaimana cara penulis mnyelesaikan masalah yg timbul di bagian krisis
5.      Koda adalah bagian akhir cerita tersebut

B.     Abstraksi, Orientasi, Krisis, Reaksi dan Koda dalam Cerpen
Judul cerpen :  Jangan sesali kekurangan
1.      Abstraksi   :
Seorang remaja yang bernama Bolan Silumpan baru saja pulang dari sekolah. Belum semenit ia masuk ke rumah, ibunya yang terlihat sibuk mengganti popok adik bolan langsung memintanya untuk mengangkat jemuran di belakang karena langit mulai terlihat gelap. Sebagai anak yang berbakti, bolan segera menyaggupinya. Ia berjalan melintasi rumahnya yang tidak terlalu luas itu menuju ke halaman belakang. Belum sempat bolan mengangkat satu tangannya untuk menggapai sepotong kaos setengah kering tepat didepannya, Matanya sibuk menjelajahi halaman belakang sampai penglihatannya berhenti di salah satu sudut halaman. Disitulah Bolan melihat dua benda tak asing yang terlihat pernah menyatu sebelumnya. Salah satu potongannya yang penuh karat masih samara-samar tergambar kepala naga, namun yang satunya lagi sudah nyaris tertutup tanah dan termakan karat sehingga orang tak tahu lagi benda apa itu dulu.
2.      Orientasi    :
Pundak kanan Bolan terasa hangat ketika tangan ibunya mendarat disana. Bolan mulai lepas dari kenangan masa lalunya. Kenangan pahit saat terjadinya Kecelakaan yang merengut tangan kirinya. Dengan senyum, sang ibu menggantikannya mengangkat jemuran. Gerimis yang mulai turun langsung menyadarkan Bolan dari lamunannya dan segera membantu ibunya. Sang ibu heran mengapa Bolan tidak segera membuang sisa skateboardnya bila ia selalu sedih ketika memandangnya. Bolan dan ibunya bergegas memasuki rumah ketika hujan mulai menjadi liar. Sambil menata jemurannya di dalam rumah, kedua mata Bolan masih melihat dua potongan skateboard diluar dengan pandangan sedikit menyesal. Mengapa dulu ia malah menghancurkan sahabatnya sendiri. Padahal skateboard itu sudah menemaninya sejak ia belum bisa menggunakannya. Lagipula dahulu hanya kecelakaan, bukan keinginan skateboardnya untuk melempar bolan ke tepi lintasan parabola. Awalnya Bolan berjanji kepada dirinya sendiri untuk tidak lagi bermain skateboard, walau sampai sekarang ke empat roda skateboardnya masih ia simpan. Namun isi papan pengumuman yang ia lihat di taman sepulang sekolah tadi mulai menghantuinya. Bolan mengingat-ingat kembali isi pengumuman tadi. Ia mulai melihat beberapa kata muncul di kepalanya seperti Skateboard, hadiah uang tunai, lalu terbuka untuk umum.
                           
3.      Krisis         :

Malam itu cukup cerah walau jalanan masih basah. Dengan rasa penasaraan, Bolan berjalan sendirian melewati trotoar sempit menuju taman. Ia tidak peduli dengan keadaan pintu taman yang tengah terkunci, karena ia hanya perlu melihat lembaran putih yang terekat pada pagar kayu disebelahnya. Tepat seperti dugaannya, kali ini ia tidak melihat adanya tulisan kompetisi Freestyle, Trick VS Trick, atau lainnya. Tapi jelas tertulis kata Racing disana. Bolan berfikir ini kesempatan terbaikknya. Balapan adalah keahliannya dalam mengolah skateboard. Melebihi kemampuannya dalam melakukan lompatan di lintasan parabola. Wajahnya terlihat senang, walau untuk beberapa saat. Karena baru beberapa langkah ia berjalan menuju rumah, kenangan pahit di masa lalu kembali mengganggunya. Selain itu, tentu kedua orang tuanya tidak akan mengijinkannya. Apalagi dengan keadaannya yang seperti sekarang ini.
Awan kelabu mulai menutupi gemerlapnya cahaya bintang. Menambah dinginnya malam itu. Dalam keadaan yang sangat hening, Bolan sampai di persimpangan terakhir menuju rumahnya. Dari sana terlihat sebuah motor yang cukup tua diparkir di halaman rumahnya yang mungil. Bolan masuk kedalam rumah ketika Ayahnya tengah makan dimeja tamu. Ia baru saja pulang dan tampak sedikit kelelahan setelah seharian bekerja sebagai tukang ojek. Bolan masuk ke kamarnya untuk belajar. Baru saja Bolan menutup pintu kamar, terlintas di otaknya tentang masalah keuangan keluarganya. Ia ingat tentang ayahnya yang harus membayar hutang biaya melahirkan adiknya kepada tetangganya, belum lagi untuk membayar cicilan motor, dan yang paling mempengaruhinya adalah uang SPP sekolahnya yang telah ditunggak tiga bulan.
Suara bell jam waker membangunkan bolan dari tidurnya. Cahaya mentari pagi yang menerpa wajahnya memberikan semangat lebih untuk segera berangkat menuntut ilmu. Seperti biasanya, Bolan melewati jalan yang sama. Ketika melewati taman, ia melihat pengumuman itu sekali untuk memastikan bahwa tidak ada kata yang terlewatkan. Saat duduk di bangku kelas, ia memikirkan bagaimana caranya mendapatkan skateboard untuk dipakai dalam perlombaan. Meminta dibelikan oleh ayahnya tentu tidak mungkin. Skateboard miliknya dulu memang dibeli dengan uang tabungannya. Namun sekarang uang tabungannya sudah terkuras untuk membeli buku pelajaran semester ini. Ia sempat ingin meminjam dari teman-temannya yang dulu sering bermain skateboard bersamanya. Tapi mereka seperti melupakan kehadiran Bolan setelah kecelakaan itu. Bolan tidak mereka pandang sebagai seorang teman lagi seperti dulu. Kini ia hanya dianggap sebagai anak cacat yang miskin.
Dalam perjalanan pulang, Bolan kelihatan sedikit lesu. Ia bahkan tidak melewati jalan yang biasa ia tempuh untuk sampai ke rumah. Ia memutuskan melewati jalan memutar untuk menghindari taman bermain. Di tengah perjalanan, Bolan berhenti tepat di depan bengkel mebel. Ia asik memperhatikan kayu-kayu yang tengah dipotong dan dirakit menjadi sebuah meja. Seketika itu juga Bolan mendapatkan ide. Ia mencari, meminta bahkan mengais sampah bangunan untuk mendapatkan semua bahan yang dibutuhan. Karena keadaannya, ia meminta bantuan kepada sejumlah teman, termasuk teman dekatnya Faja Ghatra. Walau pada akhirnya hanya Faja yang datang untuk membantunya. Yang lain justru mencemoohnya. Akhirnya mereka berdua memotong, membentuk, dan merakit kayu-kayu bekas yang Bolan dapatkan dengan susah payah untuk dijadikan skateboard. Dengan bantuan besi tua sebagai kerangka, memang skateboard tersebut menjadi sedikit berat. Walau dengan keadaan fisiknya, ia dibantu Faja berhasil menyelesaikan skateboard tersebut seminggu sebelum kompetisi dimulai. Karena takut tidak diijinkan oleh orang tuanya, ia mengerjakannya di halaman rumah sahabatnya itu. Pada hari terakhir, Bolan memasangkan roda skateboardnya, dengan miliknya yang selama ini ia simpan. Puas dengan hasil kerjanya, Bolan pulang kerumah untuk menguras sisa uang tabungannya untuk administrasi pendaftaran.
Bolan segera mendaftarkan dirinya sebagai peserta. Tapi betapa kecewa dirinya ketika seorang panitia dengan pita kuning terikat di rambutnya tidak mengijinkan dirinya ikut setelah melihat keadaan fisiknya. Bolan terus memohon untuk didaftarkan sebagai peserta, namun tetap saja tidak membuahkan hasil. Bolan langsung berlari menuju rumah Faja untuk meminta bantuan. Disana Bolan menjelaskan idenya. Ia meminta Faja yang mendaftar. Awalnya Faja keberatan karena ia sama sekali tidak bisa bermain Skateboard. Tapi Bolan memastikan bahwa dirinyalah yang akan bertanding nanti.
Pagi itu, Faja datang ke loket pendaftaran untuk mendaftarkan dirinya sebagai peserta. Di tempat lain, Bolan mulai latihan untuk pertandingan. sesaat ia masih merasa ragu untuk mencoba skateboardnya, tapi dalam hitungan detik, ia sudah meluncur menuruni jalanan di seputar sekolahnya. Walau seharian itu ia masih merasa kaku karena sudah lama tidak menaiki skateboard, ia yakin kalau ia akan siap memenangkan kompetisi itu. Faja menghampiri Bolan untuk memberikan kartu pesertanya. Ia juga memberi tahu letak tempat perlombaan dimulai. Faja meninggalkan Bolan setelah memberinya semangat.
Setelah berhari-hari latihan, akhirnya tiba juga hari penentuan. Bolan masuk ke pertandingan menggunakan kartu peserta Faja. Dengan menggunakan kemeja panjang, potongan balok kayu, dan sarung tangan untuk berkamuflase sehingga tidak tampak seperti orang cacat. Ia juga menggunakan topi lebar untuk penyamaran. Memang peserta yang datang cukup banyak. Namun tidak terlalu memenuhi lintasan pertandingan yang cukup lebar. Jalan raya yang terletak di pinggir kota itu telah dikosongkan dan dipenuhi oleh kerumunan orang yang ingin menyaksikan jalannya pertandingan. Beberapa menit kemudian peserta diminta untuk menuju garis start. Beberapa peserta terlihat mengejek skateboard milik Bolan.
Seorang wasit berdiri di samping mereka. Lengannya mulai terangkat menopang jari-jarinya yang menggenggam pistol soar. Telinga seluruh peserta seakan menunggu sebuah panggilan. Jantung bolan berdetak sangat kencang. Kakinya seakan tidak sabar untuk menyeret skateboardnya cepat-cepat menuju garis finish. Waktu seakan berhenti saat suara letusan terdengar membahara di atas langit. Sedetik kemudian, hanya angin yang mereka rasakan. Dengan lincah Bolan mengemudikan skateboardnya menelusuri lintasan. Karena ia start bukan di garis depan, ia agak kesusahan untuk menjadi yang pertama.
Beberapa jalur berupa turunan memberi keuntungan pada Bolan. Karena bobot skateboardnya yang lumayan berat. Cukup keras usahanya untuk menyusul lawannya. Sampai pada tikungan terakhir, Bolan mengumpulkan seluruh tenaganya, mengingat motivasinya untuk menang. Membuat orang tuanya bangga. Ia menjulurkan badannya kedepan Semakin dekat, tangannya serasa telah menggenggam sang pita putih. Semakin dekat, semakin dekat, Dan tubuhnya yang kelelahan tersangkut pada pita garis finis. Ia terjerembab, tersungkur sehingga balok kayu yang ia ikatkan pada sisa lengan kirinya terlepas. Jeritan dimana-mana. Ada yang salah. Panitia berhamburan, Seharusnya pita tersebut terlepas saat ditarik, bukan malah melilit peserta. Para wasit berdatangan. Membantu Bolan berdiri. Mereka mengatakan bahwa ialah pemenangnya. Panitia berusaha menenangkan penonton yang panik. Perlahan Bolan berdiri, Luka-luka di sekujur tubuhnya seperti tidak terasa mendengar bahwa ia berhasil.
Seluruh orang yang hadir disana memperhatikan kearah lengan kirinya. Tapi bolan tak peduli. Ia merasa bangga. Namun panitia yang tengah membenarkan pita kuning di rambutnya dengan tiba-tiba berkata bahwa ia bukan salah satu peserta, dan menyatakan kalau Bolan di diskualifikasi. Seluruh tubuh Bolan menjadi kaku. Getaran-getaran suara sepertinya tidak sampai di telingnya. Ia bisa melihat dengan jelas Gerakan bibir wasit dan panitia yang saling berdebat. Dari gerakannya terlihat jelas kalau mereka saling berteriak. Namun Bolan tidak dapat mendengar teriakan mereka. Ia menolehkan wajahnya kearah penonton, sekali lagi terlihat seakan-akan semuanya berteriak tanpa suara. Rasa sakit yang ia tahan dari tadi terasa sangat mengganggu, darah mulai mengucur dari keningnya. Seluruh bekas sapuan aspal yang tadi menyeretnya mulai terasa perih. Pandangannya kabur dan menjadi hitam.

4.      Reaksi       :

Bolan terbangun di rumah sakit keesokan harinya. Ia melihat seluruh keluarganya hadir menemaninya. Bahkan ayahnya belum juga berangkat ke pangkalan demi menemani sang anak. Kedua orang tuanya jelas memarahi tindakannya, lalu mereka mengobrol sebentar dan tertawa bersama. Bolan hendak bangun dari tempat tidur namun ayahnya mencegah. Bolan tentu bertanya-tanya mengenai biaya rumah sakitnya. Ayahnya mengatakan kalau pihak panitia kompetisi ikut membantu sebagai rasa perrtanggung jawabannya. Walau tidak seratus persen.
Faja yang masih mengenakan seragam, masuk untuk menjenguknya. Ia menjelaskan penyesalannya mengenai lomba kemarin. Juara kedua dalam perlombaan diangkat menjadi pemenang dalam perlombaan itu. Bolan terlihat sangat lesu. Ia merasa gagal untuk memberikan sumbangan kepada kedua orang tuanya. Wajahnya menunduk menyembunyikan matanya yang mulai berkaca-kaca.
Rupanya Faja tidak sendiri. Dibelakangnya berdiri seseorang dengan setelan rapi menyalami kedua orang tua Bolan. Ia mengaku sebagai seorang pencari bakat. Ia berniat mengontrak Bolan untuk bergabung dalam salah satu klub skateboard terkemuka disana. Betapa bahagianya keluarga itu. Terutama Bolan. Ia gagal menyenangkan hati kedua orang tuanya dengan cukup banyak uang, kini justru memberikan orangtuanya dengan uang yang sangat banyak, walau tidak langsung. ditambah sebuah kebanggaan.


5.      Koda         :

Setelah urusan dengan orang tadi selesai, muncul teman-teman Bolan lalu semua orang yang dulu mencemoohnya. Mereka semua meminta maaf dan mendoakan agar Bolan cepat sembuh. Kini lengkap sudah keinginan Bolan. Saat itu juga ia baru merasakan bagaimana ketika waktu benar-benar berjalan.

6 komentar:

  1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  2. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang...............................................................................................................................................................tapi boong yahahahahahayuk gift alok dulz baru gua share

    BalasHapus
  3. Terimakasih sangat bermanfaat banget kakak

    BalasHapus